Sistem Informasi Psikologi
1. pengertian sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma)
dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang
terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk
memudahkan aliraninformasi, materi atau energi untuk
mencapai suatu tujuan. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu
set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model
matematika seringkali bisa dibuat.
Menurut
Hanif Al Fatta (2007) sistem dapat diartikan sebagai suatu kumpulan atau
himpunan dari unsur atau variabel-variabel yang saling terorganisasi, saling
berinteraksi, dan saling bergantung sama lain.
Saya juga akan mencantumkan
pengertian sistem menurut beberapa pakar antara lain menurut Amsyah, Sistem
adalah elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk suatukesatuan
(Amsyah, 2000).
Menurut Jogiyanto, “Suatu
sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran yang tertentu”. (Jogiyanto,2005).
Menurut
Samiaji Sarosa (2009) sistem adalah sekumpulan komponen atau subsistem, sehingga
sistem terdiri dari beberapa subsistem dan demikian juga sebaliknya.
Dari
pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa sistem adalah sekumpulan
komponen yang saling berhubungan dan membentuk suatu kesatuan
2. pengertian informasi
Menurut
Zulkifli Amsyah (2005) informasi adalah data yang sudah diolah ke dalam bentuk
tertentu sesuai dengan keperluan pemakaian informasi tersebut.
Menurut
Kursini & Menurut Laudon (dalam Gaol, 2008) informasi adalah data yang
sudah dibentuk ke dalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat
digunakan untuk manusia.
Andri
Kaniyo (2007) informasi adalah data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk
yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat
ini atau mendukung sumber informasi
Dari
pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, informasi adalah data yang sudah
dibentuk sesuai dengan keperluan yang bermanfaat dalam mendukung sumber
informasi.
3. Pengertian psikologi
Menurut
Arief Budiman (2006) psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia, khususnya dari segi kejiwaannya.
Menurut
Nasarudin Latif (1996) Psikologi ialah ilmu yang membahas keadaan jiwa dan
gerak kegiatan (aktivitas) serta karya jiwa manusia.
Menurut
Dali Gulö (1982) dalam kamus psikologinya, psikologi yaitu ilmu yang
mempelajari proses-proses mental dan perilaku makhluk hidup, ataupun
proses-proses mental dan perilaku itu sendiri.
Menurut
Sri Patma Sukartini & M. Imam Faisal Baihaqi (2007) psikologi adalah suatu
ilmu pengetahuan yang mengkaji perilaku individu dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang membahas keadaan jiwa dan perilaku makhluk hidup dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.
Pengertian
sistem informasi psikologi
Menurut
Kusrini & Andri kaniyo (2007) sistem informasi adalah sebuah sistem yang
terdiri atas rangkaian subsistem informasi terhadap pengolahan data untuk
menghasilkan informasi berguna dalam pengambilan keputusan.
Menurut
Irene Joos, dkk (2009) sistem informasi adalah suatu sistem yang memiliki
tujuan sendiri untuk menghasilkan informasi dengan menggunakan sisteminput/
proses/ output.
Menurut
Chr. Jimmy L. Gaol (2008) sistem informasi psikologi bertujuan mendapatkan
pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa dan menggunakan informasi
formal.
Berdasarkan
pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sitem informasi psikologi adalah
sebuah sistem yang terdiri dari rangkaian subsitem yang menghasilkan informasi
dan bertujuan mendapatkan pemahaman bagaimana manusia pembuat keputusan merasa
dan menggunakan informasi formal.
Aspek psikologis dalam perkembangan Organisasi berbasis Sistem Informasi
Psikologi didefinisikan sebagai kajian ilmiah tentang tingkahlaku dalam
proses mental organisasi. Aspek psikologi sebenarnya lebih mengarah kepada
manusia sebagai pengguna sistem informasi yang ada. Berdasarkan analisa ICT
Watch, maraknya aksi cyberfraud yang terjadi di warnet
disebabkan karena tidak adanya kajian dan analisa dampak psikologis oleh para
pemilik modal sebelum mendirikan suatu warnet di daerah tertentu. Internet
mulai berkembang di Indonesia sejak masuknya PT Indo Internet, sebagai ISP komersial
pertama, tahun 1994. Keyakinan bahwa warnet dapat menjadi sebuah solusi dalam
menjembatani kesenjangan informasi sekaligus meningkatkan penetrasi Internet di
Indonesia, sehingga bermunculan proposal pendirian warnet dengan varian nama
yang beragam. Dari sekian banyak proposal tersebut, dan dari sekian banyak
warnet yang telah berdiri, nyaris tidak ada yang memasukkan atau melakukan
analisa dampak psikologis. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
pergesaran fungsi mulia warnet, yang pada awalnya ditujukan sebagai solusi
dalam menjembatani kesenjangan informasi menjadi sarang bagi para pelaku
cybercrime. Menurut analisa dari ICT Watch, kondisi ini terjadi karena
kekosongan mengenai pembahasan social cost,yakni untuk mengadakan
pelatihan atau pendidikan kepada masyarakat sekitar sebagai sebuah
tanggung-jawab psikologis, sehingga Warnet sebenarnya bukan hanya berbicara
mengenai margin keuntungan semata. Apa yang diungkapkan oleh ICT Watch tersebut
merupakan satu bagian yang menunjukkan pentingnya perhatian auditor terhadap
lingkungan audit berbasis sistem informasi. Sebenarnya perhatian terhadap aspek
psikologis bukan hanya dalam lingkungan audit berbasis sistem informasi, namun
juga dapat terjadi pada aspek lain selain aspek audit. Memang isu Audit Sistem
Informasi merupakan isu yang tergolong cukup baru dalam konteks Indonesia.
Penelitian lebih jauh sangat diperlukan dalam aspek ini, sebagai salah satu
bagian yang dapat dilakukan dalam konteks perkembangan teknologi informasi.
Merupakan hal yang sudah menjadi wacana umum, jika karyawan yang berumur
memiliki resistant to change yang lebih besar terhadap
lingkungan berbasis information system.Menurut penelitian yang
dilakukan oleh pakar Psikologi Roger Morrell, orang yang sudah berumur punya
tingkat kesulitan lebih tinggi untuk menyeleksi informasi yang masuk, mana yang
penting dan mana yang kurang penting, dibandingkan dengan orang-orang yang
lebih muda umurnya. Seiring dnegan penambahan umur pada manusia, diikuti dengan
penurunan kapasitas ingatan, hal ini menyebabkan, penerimaan informasi yang
terlalu banyak akan mempengaruhi kemampuan para lanjut usia memproses informasi
yang penting. Penelitian yang dilakukan oleh Roger Morrell tersebut merupakan
salah satu aspek Psikologis yang harus diperhatikan oleh organisasi terutama
Auditor. Pemahaman terhadap aspek Psikologis ini merupakan hal yang sangat
jarang sekali dibahas dalam ruang lingkup Audit, namun pemahaman terhadap aspek
psikologis akan memudahkan auditor dalam melakukan penugasan audit dalam lingkungan
berbasis Audit Sistem Informasi dan juga sebagai dasar dalam memberikan
rekomendasi yang lebih tepat. Aspek Psikologis dalam hal ini dibagi menjadi
dua, yakni aspek error dan aspek fraud.
Aspek Error dalam konteks Psikologi perkembangan Organisasi
berbasis
Information Systems
Aspek error merupakan isu resiko yang terdapat dalam lingkungan berbasis
Audit Sistem Informasi yang disebabkan oleh ketidaksengajaan. Beberapa point
yang harus diperhatikan oleh Auditor dalam aspek error dalam lingkungan
berbasis Audit Sistem Informasi:
• Lack of Information. Kekurangan informasi yang diterima
oleh user mengenai aplikasi atau teknologi informasi (IT) yang dimiliki oleh
organisasi akan menyebabkan user kekurangan pengetahuan maupun kemampuan dalam
menggunakan aplikasi yang diimplementasikan oleh organisasi. Hal ini akan
menyebabkan user seringkali melakukan error dalam mengoperasikan aplikasi yang
ada, sehingga data yang diolah dapat berisiko tinggi, dengan tingkat kesalahan
yang cukup besar.
• Too much jargon. Selain kekurangan informasi, jargon
atau istilah yang terlalu beragam dalam aplikasi akan membuat user bingung
dalam mengoperasikan aplikasi yang ada. Hal ini terutama terjadi pada karyawan
yang sudah berumur, sehingga tingkat kompleksitas dari istilah yang digunakan
dapat mempengaruh resiko tingkat error yang terjadi.
• Technophobia. Pengalaman yang buruk terhadap teknologi
informasi (IT) dapat menjadi trauma tersendiri bagi seseorang atau karyawan.
Dampak yang paling buruk dapat menyebabkan seseorang atau karyawan menjadi
technophobia. Kesalahan penanganan terhadap technophobia dapat menyebabkan
kerugian bagi individu karyawan maupun kerugian besar bagi organisasi bisnis
dalam bentuk kesalahan – kesalahan maupun kehancuran data yang dimiliki oleh
organisasi bisnis.
Aspek Fraud dalam konteks Psikologi perkembangan Organisasi berbasis Sistem
Informasi
Selain aspek error, terdapat juga aspek Fraud yang merupakan isu resiko
dalam lingkungan Audit Sistem Informasi. Fraud merupakan aspek yang dilakukan
dengan oleh karyawan, dengan tujuan untuk keuntungan diri sendiri yang tentu
saja menjadi kerugian bagi organisasi bisnis. Dalam lingkungan berbasis Audit
Sistem Informasi, fraud yang dilakukan karyawan berkenan dengan isu resiko
terhadap asset organisasi bisnis, baik asset berupa keuangan (financial
loss)maupun asset berupa informasi (non-financial loss) organisasi
bisnis.
Fraud yang terjadi dalam lingkungan Audit Sistem Informasi, dikenal dengan
istilah Computer Fraud, yakni lebih ditujukan untuk penyelewengan
sumberdaya sistem informasi atau komputer yang lebih banyak merugikan keuangan
di suatu organisasi oleh orang dalam. Pelaku Computer Fraud biasanya
memiliki pengetahuan memadai dan keahlian tentang sistem komputer dan
menggunakan komputer sebagai target kejahatan. Namun, tetap perlu diingat,
dalam lingkungan Audit berbasis Sistem Informasi, tidak semua kejahatan yang
dilakukan menggunakan komputer masuk ke kategori kejahatan komputer. Upaya
penggelapan pajak dimana perhitungannya memakai komputer, membeli barang via
internet memakai nomor kartu kredit orang lain, mencuri komputer, dsb tidak
masuk kategori kejahatan komputer. Kasus pembobolan Bank Indonesia, meruapakan
salah satu contoh dari beberapa kasus kejahatan komputer pernah terjadi di
Indonesia.
Pembobolan tersebut terjadi bulan Juli 1996 ketika melakukan pembobolan
sejumlah 6,6 Miliar dengan menggunakan bantuan komputer. Dibawah ini merupakan
beberapa aspek psikologis yang memicu terjadi fraud dalam lingkungan berbasis
Audit Sistem Informasi yang dibagi menjadi dua faktor, yakni faktor internal
dan faktor eksternal:
1. FAKTOR INTERNAL. Faktor ini merupakan aspek yang berbicara mengenai
manusia sebagai calon pelaku fraud. Pemahaman Auditor terhadap aspek internal
akan membantu Auditor dalam menganalisa fraud yang terjadi dalam organisasi
bisnis. Pemahaman terhadap aspek internal ini dimaksudkan untuk memahami lebih
mendalam mengenai karateristik pelaku fraud yang ada ditinjau dari empat sisi,
yakni :
• Hubungan dengan organisasi / perusahaan : Orang dalam (pegawai) sendiri,
orang dalam bekerja sama dengan orang dalam, orang luar bekerja sama dengan
orang dalam (pegawai), orang dalam bekerja sama dengan orang luar, atau mantan
pegawai
• Hubungan antar pelaku yang bekomplotan : teman, keluarga (ayah – anak,
suami – istri, adik – kakak, paman – keponakan)
• Sisi Umur. Umumnya berusia relatif mudah dan memiliki kepintaran /
keahlian yang tinggi atau berprestasi kerja yang baik
• Tugas/ jabatan orang dalam : petugas kliring, operator komputer back
office, bagian rekonsiliasi, bagian rekening koran, asisten bagian EDP,
programer/ system analist, petugas dukungan komputer / teknisi, petugas data
entry, manajer sistem informasi, manajer keuangan.
2. FAKTOR ESKTERNAL. Faktor eksternal merupakan aspek yang mempengaruhi
manusia, yakni calon pelaku fraud untuk melakukan tindakan kejahatan. Jadi yang
menjadi pemicunya adalah aspek eksternal yang ada dalam perusahaan, dalam hal
ini perusahaan harus dapat meminimalisasi aspek eksternal yang mempengaruhi
terjadinya komputer fraud, sehingga dapat terlihat bahwa pendekatan pencegahan
antara aspek eksternal dengan aspek internal akan berbeda fokusnya. Ada 3 aspek
dalam faktor eksternal, yakni:
• Incentive/ pressure. Adanya tawaran berupa bonus yang
diberikan kepada pihak manajemen atau top-level-managementakan
membuat pihak manajemen berusaha untuk menyajikan informasi laporan keuangan
sesuai dengan kriteria ideal untuk mendapatkan bonus atau insentif.
Kecenderungan ini terjadi ketika pemegang saham menjanjikan bonus dengan
mensyaratkan kinerja yang menggunakan pengukuran rasiorasio atau elemen dalam
laporan keuangan, sehingga adanya kecenderungan manajemen untuk “mengolah” atau
“memasak” laporan keuangan yang akan disajikan kepada pemegang saham.
• Oppurtunity. Kesempatan merupakan hal yang paling
mempengaruhi terjadinya fraud dalam organisasi bisnis. Adanya kesempatan ini
disebabkan oleh pengendalian yang kurang memadai dalam lingkungan berbasis
sistem informasi atau dapat juga disebabkan oleh adanya celah dalam
pengendalian yang ada. Hal yang perlu diingat oleh organisasi, pengendalian
hanya berfungsi untuk mengeliminasi fraud yang terjadi dalam organisasi bisnis
bukan menghilangkan resiko yang ada. Hal ini seringkali berkenaan dengan analisa
cost-benefit, karena disatu sisi organisasi ingin menerapkan pengendalian yang
sangat tinggi yang tentu saja membutuhkan biaya yang tinggi, namun di sisi lain
organisasi juga harus melakukan analisa terhadap benefit yang didapatkan oleh
organisasi tersebut.
• Rationalization. Faktor ”orang lain juga melakukannya”
merupakan hal yang cukup berbahaya bagi organisasi. Hal ini dapat menjadi
menjamurnya fraud dalam organisasi. Biasanya kondisi ini dimulai dengan
melakukan kejahatan yang kecil hingga menjadi suatu kebiasaan yang akhirnya
mencapai klimaks dengan melakukan kejahatan yang sangat merugikan organisasi,
hal ini terjadi karena dalam diri manusia, yakni karyawan yang melakukan fraud,
persaan yang tidak puas dengan apa yang didapatkan ketika melakukan fraud dalam
organisasi. Kondisi ini terus berlanjut dengan mengambil keuntungan yang
semakin besar dalam fraud yang dilakukan.
Sumber:
Amsyah,
Z. (2005). Manajemen Sistem Informasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. (Google Book)
Fatta,
H.A. (2007). Analisis & Perancangan Sistem Informasi. Yogyakarta:
Penerbit Andi. (Google Book)
Gaol,
C.J.L (2008). Sistem Informasi Manajemen. Jakarta: Grasindo. (Google Book)
Gulö, D.
(1982). Kamus Psychologi. Universitas Michigan: Tonis.
Budiman,
A. (2006) Kebebasan, negara pembangunan. Jakarta: Alfabet
http://9triliun.com/artikel/1190/pengertian-sistem-informasi.html