RAWA PENING DI KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH
Rawa Pening ("pening" berasal dari
"bening") adalah danau sekaligus tempat wisata air di Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah. Dengan luas 2.670 hektare ia menempati wilayah Kecamatan
Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru. Rawa Pening terletak di cekungan terendah
lereng Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran.
Konon Rawa pening dimulai dari sebuah mitos yang
turun-temurun diwariskan menjadi sebuah kearifan lokal. Awal mula Rawa Pening
dimulai dari Legenda Baru Klinting, yang dikisahkan sebagai anak kecil yang
sakti, namun memiliki wajah yang buruk rupa sehingga menjadi bahan ejekan anak
sebayanya. Hanya seorang Janda yang mau menerima keberadaan baru Klinting.
Suatu saat Baru Klinting berpesan kepada Janda tersebut agar naik lesung
“penumbuk padi” disaat mendengar kentongan. Kemudian Baru Klinting menjuju pelataran
dan mengadakan sayembara, siapa yang bisa mencabut lidi yang ditancapkannya.
Tak satupun anak-anak yang bisa mencabut lidi
yang ditancapkan Baru Klinting. Orang dewasa tak mau kalah juga, lalu satu
persatu mencoba mencabut lidi tersebut, namun semuanya gagal. Akhirnya Baru
Klinting yang mencabut lidi tersebut lalu setelah tercabut keluarlah semburan
air yang semakin membesar. Usai mencabut lidi lalu Baru Klinting berlari sambil
membunyikan kentongan dan akhirnya semua warga tenggelam dan hanya Janda tersebut
yang selamat dengan naik lesung. Genangan airpun meluas dan menjadi sebuah
danau yang jernih airnya yang disebut Rawa Pening.
Saat ini Rawa Pening
menjadi penopang beberapa aspek kehidupan dengan kelimpahan sumber daya
alamnya. Sektor wisata, pertanian, pengelolaan energi hingga perikanan
sepenuhnya tergantung kepada danau seluas 2.670ha. Dikelilingi perbukitan dan
berlatar gunung seolah sebagai tandon air yang tak pernah kering. Sawah
disekitar danau menjadi bukti, betapa berjasanya Rawa Pening dalam mendukung
sektor wisata. Karamba apung dan banyaknya nelayan yang hilir mudik di
sisi-sisi danau menunjukan adanya sumber kehidupan dikedalaman air, Di outlet
Rawa Pening sudah dihadang sebuah bendungan yang mengubah energi potensial air
menjadi listrik dengan turbin-turbin generatornya.
Danau dengan sejarah yang panjang, hingga ada
bukti nyata kejayaan masa lalu. Disisi utara danau, hamparan besi berjajar
kokoh terpancang. Rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Ambarawa dengan
Stasiun Tuntang membingkai sisi utara danau. Jikan anda beruntung maka bisa
disaksikan Salah satu lokomotif dengan kode B 2503 buatan Maschinenfabriek
Esslingen melintas dengan kepulan asap hitamnya. Lokomotif langaka hanya
tinggal 3 yang masih tersisa di dunia yang saat ini selain di Swiss dan India.
Kurang lengkap rasanya jika tidak melirik flora
dan fauna yang menghuni Rawa Pening. Salah satu flora yang menjadi buah
simalakama bagai perairan Rawa Pening adalah Eceng Gondok (Eichornia
crassipes). Eceng gondong dengan perkembangbiakan vegetatif menjadi
ledakan disaat menutupi sebagian besar permukaan danau. VOlume air dapat dengan
mudah disedot kepermukaan lewat laju transpirasi yang 7kali lebih cepat oleh
Eceng Gondok, selain itu penetrasi cahaya ke dalam danau juga terhambat. Disisi
lain Eceng Gondok dimanfaatkan sebagai kerajinan, pupuk, dan tempat naungan
ikan.
Untuk keseimbangan ekositem rawa, maka Flora lain
seperti Salvinia (Salvinia natans), Kangkung (Ipomoea reptans),
Azola, Hidrilia dan aneka tanaman air menjadi penghuni tetap rawa. Berbagai
fauna, seperti Biawak (Varanus salvator), burung kuntul (Bubulus
coromandus), Bulus (Cylemis amboinensis), dan beraneka macam ikan
air tawar. Mata mungkin akan terpana dengan hilir mudik burung kuntul yang tak
canggung melintas diatas perahu nelayan. Andaikata ditelusuri lebih dalam lagi
maka beberapa spesies eksotis masih bisa ditemui di danau indah ini.
Realitanya 19 anak sungai menjadi masukan air
bagi Rawa Pening, dan hanya 1 sungai yang menjadi jalan keluar. Masuknya air
yang menuju Rawa Pening bukanlah air sungai yang bersih, namun membawa
material-material yang ikut larut dan terbawa arus sungai. Sungai-sungai yang
menjadi masukan air Rawa Pening dimanfaatkan oleh masarakat yang tinggal
disekitar sungai. Aktivitas rumah tangga hingga pertanian telah berkontribusi
menyumbangkan material terlarut dalam perairan sungai yang selanjutnya terbawa
arus menuju Rawa Pening. Limbah rumah tangga, seperti deterjen, kotoran, hingga
sampah menjadi material yang ditemukan sepanjang sungai. Dari aktivitas
pertanian juga memberikan sumbangsih terhadap bahan-bahan pencemar, seperti
pestisida, limbah pertanian dan sisa pemupukan yang berlebihan.
Kini semua tergantung tangan manusia mau dibawa
kemana aliran kelestarian Rawa Pening. Jika tindakan manusia layaknya mitos
Baru Klinting yang tidak diterima penduduk dengan ramah dan selalu menyakiti
alam dengan segala keberadaanya, niscaya lidi bencana akan tercabut dengan
sendirinya. Akankah lidi konservasi ikut akan terus tertanam demi generasi mendatang,
atau ramai-ramai dicabut dengan alasan perut dan ekonomi,Ditangan kita lidi
tersebut tertancap, niscaya dengan keramahan kita buat generasi mendatang agar
tetap bisa menikmati pesona Baru Klinting.
gimana sih caranya ? gag ngerti hehe
BalasHapus