A.
Penyesuaian diri
1.
Pengertian
Penyesuaian diri adalah suatu
konstruksi/bangunan psikologi yang luas dan komplek, serta melibatkan semua
reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam
diri individu itu sendiri. Dengan perkataan lain, masalah penyesuaian diri
menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan
dalam dan luar dirinya (Desmita, 2009:191).
2. Konsep penyesuaian diri
Penyesuaian dapat
diartikan atau dideskripsikan sebagai adaptasi dapat mempertahankan
eksistensinya atau bisa survive dan memperoleh kesejahteraan
jasmaniah dan rohaniah, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan
tuntutan sosial. Penyesuaian dapat juga diartikan sebagai konformitas, yang
berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip. Penyesuaian sebagai
penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi
respons-respons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik,
kesulitan, dan frustrasi-frustrasi secara efisien.
Individu memiliki
kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat.
Penyesuaian sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosional
maksudnya ialah secara positif memiliki responss emosional yang tepat pada
setiap situasi. Disimpulkan bahwa penyesuaian adalah usaha manusia untuk
mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan pada lingkungannya.
3.
Pertumbuhan
personal
Pertumbuhan kepribadian
ditingkatkan oleh banyaknya minat terhadap pekerjaan dan kegemaran.
Sulit menyesuaikan diri dengan baik terhadap tuntutan-tuntutan pekerjaan yang
tidak menarik dan membosankan, dan segera pekerjaan itu menjadi hal yang tidak
menyenangkan atau menjijikkan. Tetpi, kita memiliki cara tertentu untuk
mengubah dan mengganti pekerjaan yang merangsang minat kita sehingga kita dapat
memperoleh kepuasan terus-menerus dalam pekerjaan. Pertumbuhan pribadi
tergantung juga pada skala nilai yang adekuat dan tujuan yang ditetapkan dengan
baik, kriteria yang selalu dapat digunakan seseorang untuk menilai penyesuaian
diri. Skala nilai atau filsafat hidup adalah seperangkat ide, kebenaran, keyakinan,
dan prinsip membimbing seseorang dalam berpikir, bersikap, dan dalam
berhubungan dengan diri sendiri dan orang lain dalam memandang kenyataan dan
dalam tingkah laku sosial, moral dan agama. Seperangkat nilai inilah yang akan
menentukan apakah kenyataan itu besifat mengancam, bermusuhan, sangat kuat,
atau tidak patut menyesuaikan diri dengannya. Penyesuaian diri memerlukan
penanganan yang efektif terhadap masalah dan stress yang terjadi dalam
kehidupan kita sehari-hari, dan pemecahan masalah dan stress itu akan
ditentukan oleh nilai-nilai yang kita bawa berkenaan dengan situasi itu. kita
seringkali mendengar orang-orang menjadi berantakan dan dengan demikian
mendapat gangguan emosi dan tidak bahagia. Orang-orang tersebut tidak yakin
mengenai hal yang baik atau buruk, benar atau salahh, bernilai atau tidak
bernilai. Mereka tidak memiliki pengetahuan, nilai, atau prinsip yang akan
menyanggupi mereka untuk mereduksikan kebimbangan atau konflik yang secara
emosional sangat menganggu.
a.
Penekanan pertumbuhan penyesuaian diri dan pertumbuhan.
Pertumbuhan adalah perubahan secara fisiologis
sebagai hasil dariproses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara
normal padaanak yang sehat pada waktu yang normal. Pertumbuhan dapat juga
diartikansebagai proses transmisi dari konstitusi fisik (keadaan tubuh atau
keadaanjasmaniah) yang herediter dalam bentuk proses aktif
secaraberkesinambungan. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan perubahan
kuantitatifyang menyangkut peningkatan ukuran dan struktur biologis.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
Secara umum konsep perkembangan dikemukakan oleh Werner (1957)bahwa perkembangan berjalan dengan prinsip orthogenetis, perkembangan berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi sampai keadaan di mana diferensiasi, artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Dari penghayatan totalitas itu lambat laun bagian-bagiannya akan menjadi semakin nyata dan bertambah jelas dalam kerangka keseluruhan.
b.
Variasi dalam pertumbuhan
Tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan
penyesuaian diri, karena kadang-kadang ada rintangan-rintangan tertentu yang
menyebabkan tidak berhasil melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan itu
mungkin terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya.
c.
Kondisi-kondisi untuk bertumbuh
Kondisi jasmaniah seperti pembawa dan strukrur atau
konstitusi fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek
perkembanganya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi
tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat kolerasi yang tinggi antara
tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Surya, 1977). Misalnya orang
yang tergolong ekstomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai
dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, dan pemilu.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku maka dapat
diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang
penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukan bahwa
gangguan dalam sisitem saraf, kelenjar, dan otot dapat menimbulkan
gejala-gejala gangguan mental, tingkah laku, dan kepribadian. Dengan demikian,
kondisi sistem tubuh yang baik merupakan syaraf bagi tercapainya proses
penyesuaian diri yang baik. Disamping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah
juga berhubungan dengan penyesuaian diri, kualitas penyesuaian diri yang baik
hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang
baik pula. Ini berarti bahwa gangguan penyakit jasmaniah yang diderita oleh
seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya.
d.
Fenomenologi pertumbuhan
Fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia
kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subyektif. Setiap, orang
mengalami dunia dengan caranya sendiri. “Alam pengalaman setia orang berbeda
dari alam pengalaman orang lain.” (Brouwer, 1983:14 Fenomenologi banyak
mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers, yang boleh disebut sebagai-_Bapak
Psikologi Humanistik. Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan Humanisme sebagai
berikut (kita pinjam dengan sedikit perubahan dari Coleman dan Hammen, 1974:33)
B. Stress
1.
Apa itu stress? Efek-efek dari stress “General
Adaption Syndrom” menurut Hans Selye
Stress adalah bentuk ketegangan dari
fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja
keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa
sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk
ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan
ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Menurut Hans Selye
Tahap peringatan (Alarm
Stage) : Tahap reaksi awal tubuh dalam menghadapi berbagai stressor. Tubuh
tidak dapat bertahan pada tahapan ini dalam jangka waktu lama.
Tahap Adaptasi atau
Eustres (Adaptation Stage) : Tahap dimana tubuh mulai beradaptasi dengan adanya
stres dan berusaha mengatasi serta membatasi stresor. Ketidakmampuan tubuh
beradaptasi mengakibatkan tubuh menjadi rentan terhadap penyakit.
Tahap Kelelahan atau
distres (Exhaution Stage) : Tahap dimana adaptasi tidak dapat dipertahankan
karena stres yang berulang atau berkepanjangan sehingga berdampak pada seluruh
tubuh
Efek lain seperti efek
fisiologis dari stres pada tubuh meliputi: Nyeri dada, Insomnia atau tidur
masalah, Nyeri kepala Konstan, Hipertensi, Tukak
Stres dikatakan menjadi
sebuah faktor penunjang untuk produksi suatu penyakit tertentu, atau mungkin
menjadi penyebab respon perilaku negatif, seperti merokok, minum alkohol dan
penyalahgunaan narkoba yang semuanya dapat membuat kita rentan terhadap
penyakit. Hal buruk dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, sehingga
menyebabkan tubuh kita menjadi kurang tahan terhadap sejumlah masalah
kesehatan. id.prmob.net › Stres › Kesehatan › Hans Selye
2. Faktor-faktor
individual dan sosial yang menjadi penyebab stress.
Sumber
Stres (Stressor): Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya
dan menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis
nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress reaction
acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang
individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres
fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam
atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity) seseorang
memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo,
2002). Menurut Selye dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang
didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya (Rice, 1992),
yaitu :
-
Distress( stres negatif): Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak
menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami
rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah. Sehingga individu mengalami
keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan untuk
menghindarinya.
-
Eustress (stres positif): Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan
pengalaman yang memuaskan, frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal yang
bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat meningkatkan
kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan performansi kehidupan. Eustress juga
dapat meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya
menciptakan karya seni.
Faktor
individual penyebab stress: Stress muncul dalam diri seseorang melalui
penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan,bila seseorang mengalami
konflik. Konflik inilah yang merupakan sumber stress yang utama.
Faktor
sosial penyebab stress: Stress juga dapat bersumber dari interaksi individu
dengan lingkungan sosialnya. Perselisihan dalam hubungan seperti masalah
keuangan, saling acuh tak acuh dan tujuan yang saling berbeda, dapat
menimbulkan tekanan ke dalam diri yang menyebabkan individu mengalami stress.
Pengalaman stress yang umum misalnya, bersumber dari pekerjaan , khususnya
(occupational stress” yang telah diteliti secara luas.
3. Tipe-tipe
stress psikologi
a.
Tekanan: Kita dapat mengalami tekanan dari dalam maupun luar
diri, atau keduanya. Ambisi personal bersumber dari dalam, tetapi kadang
dikuatkan oleh harapan-harapan dari pihak di luar diri.
b.
Frustasi:
Frustrasi terjadi ketika motif atau
tujuan kita mengalami hambatan dalam pencapaiannya.
-Bila
kita telah berjuang keras dan gagal, kita mengalami frustrasi.
-Bila
kita dalam keadaan terdesak dan terburu-buru, kemudian terhambat untuk
melakukan sesuatu (misal jalanan macet) kita juga dapat merasa frustrasi.
-Bila
kita sangat memerlukan sesuatu (misalnya lapar dan butuh makanan), dan sesuatu
itu tidak dapat diperoleh, kita juga mengalami frustrasi.
c.
Konflik
Konflik
terjadi ketika kita berada di bawah tekanan untuk berespon simultan terhadap
dua atau lebih kekuatan-kekuatan yang berlawanan.
-Konflik
menjauh-menjauh: individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama tidak
disukai. Misalnya seorang pelajar yang sangat malas belajar, tetapi juga enggan
mendapat nilai buruk, apalagi sampai tidak naik kelas.
-Konflik
mendekat-mendekat. Individu terjerat pada dua pilihan yang sama-sama
diinginkannya. Misalnya, ada suatu acara seminar sangat menarik untuk diikuti,
tetapi pada saat sama juga ada film sangat menarik untuk ditonton.
-Konflik
mendekat-menjauh. Terjadi ketika individu terjerat dalam situasi di mana ia
tertarik sekaligus ingin menghindar dari situasi tertentu. Ini adalah bentuk
konflik yang paling sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, sekaligus
lebih sulit diselesaikan. Misalnya ketika pasangan berpikir tentang apakah akan
segera memiliki anak atau tidak. Memiliki anak sangat diinginkan karena
pasangan dapat belajar menjadi orang dewasa yang sungguh-sungguh
bertanggungjawab atas makhluk kecil yang sepenuhnya tak berdaya. Di sisi lain,
ada tuntutan finansial, waktu, kemungkinan kehadiran anak akan mengganggu
relasi suami-istri, dan lain sebagainya.
d.
Kecemasan
Khawatir,
gelisah, takut dan perasaan semacamnya itu merupakan suatu tanda atau sinyal
seseorang mengalami kecemasan. Biasanya kecemasan di timbulkan karena adanya
rasa kurang nyaman, rasa tidak aman atau merasa terancam pada dirinya.
4.
Symptom reducing responses terhadap stress,
mekanisme pertahanan diri dan strategi coping untuk mengatasi stress “minor”
1.
Menghilangkan
stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus pada masalah
Menurut
Lazarus penanganan stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
a. Coping
yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah istilah Lazarus
untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau coping yang digunakan oleh
individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha menyelesaikannya.
b. Coping
yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus untuk
strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi
stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.
2. Strategi
penanganan stres dengan mendekat dan menghindar:
a. strategi
mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami penyebab
stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres tersebut dengan cara menghadapi
penyebab stres tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya secara langsung
b. strategi
menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif untuk menyangkal atau
meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang muncul dalam tingkah laku,
untuk menarik diri atau menghindar dari penyebab stress
3. Berpikir
positif dan self-efficacy
Menurut
Bandura self-efficacy adalah sikap optimis yang memberikan perasaan
dapat mengendalikan lingkungannya sendiri. Menurut model realitas kenyataan dan
khayalan diri yang dikemukan oleh Baumeister, individu dengan penyesuaian diri
yang terbaik seringkali memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang
sedikit di atas rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan
mengenai diri sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat
mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat segala sesuatu
dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa tertekan. Secara keseluruhan,
dalam kebanyakan situasi, orientasi yang berdasar pada kenyataan atau khayalan
yang sedikit di atas rata-rata dapat menjadi yang paling efektif .
4. Sistem
dukungan
Menurut
East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar,keterikatan yang
dekat dan positif dengan orang lain – terutama dengan keluarga dan teman –
secara konsisten ditemukan sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.
5.
Pendekatan problem solving terhadap stress bagaimana
meningkatkan toleransi stress.
Salah
satu cara dalam menangani stres yaitu menggunakan metode Biofeedback,
tekhniknya adalah mengetahui bagian-bagian tubuh mana yang terkena stres
kemudian belajar untuk menguasainya. Teknik ini menggunakan serangkaian alat
yang sangat rumit sebagai feedback.
Melakukan
sugesti untuk diri sendiri, juga dapat lebih efektif karena kita tahu bagaimana
keadaan diri kita sendiri. Berikan sugesti-sugesti yang positif, semoga
cara ini akan berhasil ditambah dengan pendekatan secara spiritual (mengarah
kepada Tuhan).
·Meningkatkan
Toleransi Stress dan Pendekatan Berorientasi terhadap Tugas
Meningkatkan
toleransi terhadap stres, dengan cara meningkatkan keterampilan/kemampuan diri
sendiri, baik secara fisik maupun psikis, misalnya, Secara psikis: menyadarkan
diri sendiri bahwa stres memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan dan
dialami oleh setiap orang, walaupun dalam bentuk dan intensitas yang berbeda.
Secara fisik: mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup gizi, menonton
acara-acara hiburan di televisi, berolahraga secara teratur, melakukan tai chi,
yoga, relaksasi otot, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.kajianpustaka.com/2013/01/teori-penyesuaian-diri.html#ixzz2RaQbXefN
http://www.psychologymania.com/2012/05/pengertian-stress.html
http://www.psychologymania.com/2012/05/pengertian-stress.html
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep,
Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi Sunaryo. 2002.
Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Halgin, R.P., Whitbourne, S.K. 2010. Psikologi
abnormal. Jakarta: Salemba Humanika
Anonim. 1999. Manajemen stres. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar